Selasa, 15 November 2011

Puisi Cinta

Senyummu adalah hidupku
Ceriamu adalah bahagiaku

Gelisahmu adalah kegalauanku

Air matamu adalah kepiluanku

Kau pelipur dukaku

Kau pengiring dalam segala asaku

Bersama kita dalam hari-hari kebahagiaan

Berawal dari ikatan hati atas nama cinta

Jalinan yang bermula dari rasa atas nama sayang

Pertautan yang berasal dari angan atas nama rindu

Sungguh ini adalah cinta, sayang, dan rindu..

Cinta, sayang, dan rindu atas nama pengabdian kepada Rab

Malam ini bintang bersinar cinta, bulan tersenyum sayang, angin mendesir rindu
Wahai bintang, bulan dan angin

Sampaikanlah salam cinta, sayang, dan rinduku kepada istriku

“Sungguh Aku Sangat mencintaimu ”

Minggu, 13 November 2011

Arya Penangsang

Arya Penangsang atau Arya Jipang atau Ji Pang Kang adalah Bupati Jipang Panolan yang memerintah pada pertengahan abad ke-16. Ia melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, penguasa terakhir Kerajaan Demak tahun 1549, namun dirinya sendiri kemudian tewas ditumpas para pengikut Hadiwijaya, penguasa Pajang. Riwayat mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Arya Penangsang juga terkenal sakti mandraguna.

Silsilah

Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya Penangsang adalah Raden Kikin atau sering disebut sebagai Pangeran Sekar, putra Raden Patah raja Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara lain ibu bernama Arya Mataram.
Pada tahun 1521 anak pertama Raden Patah yang bernama Adipati Kudus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor karena melakukan penyerangan ke Malaka yang dikuasai Portugis) gugur dalam perang. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana, malah berebut takhta. Raden Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto (putra pertama Raden Trenggana) membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi sungai dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang dicurinya dari Sunan Kudus. Sejak itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen ("Bunga yang gugur di sungai").
Sepeninggal ayahnya, Arya Penangsang menggantikan sebagai bupati Jipang Panolan. Saat itu usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia dibantu oleh salah satu senapati Kadipaten Jipang yang terkenal bernama Tohpati. Wilayah Jipang Panolan sendiri terletak di sekitar daerah Blora, Jawa Tengah

Aksi pembunuhan

Trenggana naik takhta Demak sejak tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan Prawoto.
Pada tahun 1549 Arya Penangsang dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu.
Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma membuat Ratu Kalinyamat kecewa.
Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh.
Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober, namun, mereka tetap dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat.
Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang, sedangkan Sunan Kudus menyuruh Penangsang berpuasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra yang sebenarnya akan digunakan untuk menjebak Hadiwijaya tetapi malah mengenai Arya Penangsang sendiri pada waktu bertengkar dengan Hadiwijaya karena emosi Aryo Penangsang sendiri yang labil.

Sayembara

Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera menumpas Arya Penangsang. Ia,, yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sama-sama murid Sunan Kudus dan sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang dan memberikan Tombak Kyai Plered untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan ikut serta.

Kematian

Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi. Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang.
Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan. Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Akibatnya perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang.
Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang, tewas pula, sedangkan Arya Mataram meloloskan diri. Sejak awal, Arya Mataram memang tidak pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah itu.

Dampak budaya

Kisah kematian Arya Penangsang melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati. Ini merupakan lambang pengingat supaya pengantin pria tidak berwatak pemarah dan ingin menang sendiri sebagaimana watak Arya Penangsan

Ki Ageng Mangir

Saat Panembahan Senopati bertahta di Mataram, banyak pemimpin daerah yang membangkang, menolak mengakui hegemoni Mataram. Salah satunya adalah Ki Ageng Mangir yang memimpin tanah Perdikan Mangir di tepi Sungai Progo (sekarang masuk kecamatan Srandakan, Bantul). Ini seakan menjadi bisul bagi Panembahan Senopati yang telah bertekad menguasai sepenuhnya Mataram.
Maka Panembahan Senopati bermaksud melakukan duel untuk menentukan siapakah yg paling berhak berkuasa di Mataram. Penyelesaian khas laki-laki. Panembahan Senopati yang seorang raja ‘tulen’, naik tahta bukan karena hadiah tapi karena memang punya daya linuwih, tak ragu untuk bertarung dengan Ki Ageng Mangir yang juga digdaya. Tombak Kiai Baru Klinthing dan pengaruh Ki Ageng Mangir yang kuat di Mangiran begitu membuat hasrat bertarung Sang Raja menggebu-gebu.
Tapi Sang Patih, Ki Juru Martani berpendapat lain. Ki Ageng Mangir dianggapnya bukan level Panembahan Senopati. Kalaupun Panembahan Senopati menang, itu hal yang lumrah saja. Bukankah Panembahan Senopati memang seorang raja? Lalu bagaimana kalau sampai kalah? Taruhannya terlalu besar. Menang ora kondhang, kalah dadi wirang. Ki Juru Martani menawarkan jalan yg lebih halus, sedikit berliku, tapi licik.
Maka digelarlah suatu operasi intelijen, Sekar Pembayun-putri Sang Raja-menyamar menjadi penari keliling/ledhek. Misi operasi ini adalah “temukan rahasia kesaktian Ki Ageng Mangir dan musnahkan!”
Dan sebagaimana yang kemudian tercatat dalam cerita-cerita, terpesonalah Ki Ageng Mangir pada Sekar Pembayun. Merekapun menikah. Dan betapa terpukulnya ketika Ki Ageng Mangir mendengar pengakuan Sekar Pembayun, bahwa dia tak lain adalah anak Panembahan Senopati, musuh bebuyutannya. Apa boleh buat, janji perkawinan telah diucapkan, pertalian darah telah ditorehkan. Kini dia menjadi menantu dari musuhnya.
Atas bujukan Pembayun, Ki Ageng Mangir menghadap Panembahan Senopati. Sepanjang perjalanan, kebimbangan menggelayut di benak Ki Ageng Mangir. Panembahan Senopati telah menjadi mertuanya. Tetapi dirinya selama ini mengambil posisi berseberangan dengan raja Mataram itu. Apakah dia akan diterima sebagai menantu ataukah musuh? Seakan Ki Ageng Mangir telah mencium takdir yang menantinya di singgasana Sang Raja.
Maka bertemulah dua seteru yg telah terikat pertalian darah ini. Sebagai menantu yang baik, Ki Ageng Mangir telah melepas seluruh senjata yang dibawanya. Ternyata benar kata Pembayun, Sang Raja menerima menantunya dengan ramah dan kasih sayang. Maka dia mengambil posisi bersimpuh dan bersiap menyembah kepada Panembahan Senopati sebagai tanda penghormatan. Hening. Helaan nafas seperti tertahan dalam kilatan waktu yang tiba-tiba melambat seperti berbulan-bulan lamanya.
Ketika kepala Ki Ageng Mangir hampir menyentuh lantai, secara tiba-tiba Panembahan Senopati dengan gerakan tak terduga meraih dan membenturkannya ke Watu Gilang yang menjadi singgasananya. Sebuah dendam politik dituntaskan. Tewaslah Ki Ageng Mangir di tangan sang mertua seiring lengking tangis Ratu Pembayun.
Apakah Pembayun benar-benar mencintai Ki Ageng Mangir?
Apakah yang ada dalam pikiran Panembahan Senopati saat melihat kepala Ki Ageng Mangir begitu dekat dengan singgasananya?
Sejarah tak pernah mencatat dengan baik hal-hal yang ada pada level perasaan seperti itu. Tapi cerita tentang kekuasaan memang sulit dihindarkan dari pengorbanan.
***
Makam Ki Ageng Mangir sendiri dibuat separuh di dalam pagar kompleks makam dan separuhnya lagi di luar pagar. Sungguh suatu perlambang ambigu: separuh musuh separuh keluarga. Tapi juga mencerminkan sisi kelam jiwa manusia yang memiliki dendam begitu besar, bahkan setelah musuhnya mati.

PERANG RANTAI EMAS
Ketika terjadi tragedi berdarah antara Kerajaan Majapahit dan Demak sekitar th. 1478 M, dan pihak Majapahit yang mengalami kekalahan, maka keluarga besar Brawijaya V saling melarikan diri untuk meneyelamatkan jiwanya dari kejaran prajurit demak, dan salah satunya gugur putra menantunya yaitu Joko Sengoro. Salah satu anaknya adalah Joko Balut yang melarikan diri ke arah Barat sampai menetap di Gunung Kidul. Barangkali dan kemungkinan Joko Balutlah yang mungkin membawa salah satu pusaka kerajaan yang bernama Baru Klinting yang cukup ampuh dan tinggi daya supranaturalnya serta ujung tombaknya yang mengandung racun yang sangat berbisa. Pada saat tinggal di Gunung Kidul ia mempunyai keturunan yang bernama Angabaya I. Setelah Panembahan senopati berkuasa di Mataram sekitar Th. 1579 M, ada dua gerakan separatis yang satu dipimpimpin oleh Ki Gede Wanakusuma yang berkuasa di Tlatah Giring dan sebelah Barat dipimpin oleh Angabaya III. Untuk menumpas pembrontak dari Ki Gede Wanakusuma Panembahan Senopati ibarat berlayar sekali mengayuh mendapat dua pulau, yaitu bisa membunuh Wanakusuma, bekas kakak iparnya dan membunuh mantan istrinya yaitu rara lembayung yang melaggar sumpah. Konon demi wahyu keraton saat Panembahan Senopati belum menjadi raja masih bernama Danang sutawijaya ia memperistri Rara lembayung. Berhubung rara Lembayung wajahnya tidak cantik maka dicerai oleh Panembahan Senopati dalam keadaan hamil. Keduanya antara Lembayung dan Wanakusuma adalah sama sama putra dari Kiageng Giring III, atau Raden Mas Kertanadi. Panembahan Senopati memberi wasiat pada istrinya bila kelak jabang bayi lahir jangan sampai memberitahu siapa ayahnya, dengan meninggalkan sebilah keris tanpa sarung. Hal ini disanggupi oleh Rara Lembayung. Namun apa boleh buat setelah bayi lahir laki laki dan diberi nama Joko Umbaran dalam usia 20 tahun ia mendesak pada ibunya terus menerus untuk memberitahu siapa ayahnya. Singkat cerita setelah ditunjukan ayahnya, lalu ia mencari ayah dengan melalui perjuangan yang sangat berat. Setelah bertemu dengan ayahnya, Panembahan Senopati bersedia menerima sebagai anak asal bisa mencari sarung keris yang dibawa oleh Joko Umbaran atas pemberian dari ibunya yang bernama kayu purwosari. Hal ini adalah perintah sibolis yang artinya Joko Umbaran harus bisa membunuh Wanakusuma dan ibunya rara lembayung, yang melanggar janji.
Setelah berhasil Joko Umbara diakui sebagai anak dan diberi kedudukan oleh Panembahan Senopati sebagai Senopati Perang Mataram dan bergelar Pangeran Purboyo.
Lain halnya dengan Panembahan Senopati dalam hal menumpas pembrontakan yang dipimpin oleh Angabaya III menggunakan taktik PERANG RANTAI EMAS.
Alasan menggunakan Perang Rantai Emas ada 3 macam yaitu :
1. Apabila diserang menggunakan secara militer secara be-
sar besaran akan menghabiskan keuangan Mataram.
2. Apabila diserang secara militer secara besar besaran
akan jatuh korban yang cukup banyak, karena Angaba
ya III adalah musuh yang sulit untuk ditumpas.
3. Kalau diserang secara prajurit secara besar besaran
Angabaya III bukan levelnya.
Angabaya III bukan levelnya ( isitilah jawa Menang
ora kondang kalah wirang ).
Setelah pertempuran menggunakan perang rantai emas melalui jebakan perkawinan yang sukses antara Dewi Pembayun ( Dewi Retningrum ) dan Angabaya III, maka terkejutlah Angabaya III setelah tahu istri yang sedang mengandung adalah anak musuh bebuyutannya, dan diajak sowan ke Mataram.
Namun apadaya Angabaya III ibarat orang yang memakan buah Simala Kama, dimakan akan menemui nasib yang tragis dan tidak dimakanpun Angabaya III dalam perkawinannya dengan Pembayun sudah dukepung dengan prajurit pendem dari Mataram.
Dengan keberangkatannya Angabaya III dan Istri serta diiringi beberapa prajurit menuju Mataram diiringi tangis dan air mata oleh keluarga dan kerabatnya serta diberi nasehat agar berhati hati apabila sudah tiba di Mataram.
Memang telah menjadi kenyataan setelah tiba di luar keraton Angabaya III sudah dihadang oleh prajurit Mataram yang dipimpin oleh salah seorang Tumenggung yang sama sama ingin memperistri Dewi Pembayun.
Dasar Angabaya III seorang berjiwa prajurit orangnya cakap, ahli ilmu kanuragan dan mungkin punya ilmu kekebalan tubuh, maka terjadilah pertempuran yang tidak seimabang. Angabaya III berhadapan dengan seorang Tumenggung yang memimpin
pertempuran dan Tumenggung tersebut mati ditangan Angabaya III. Dengan luka yang sangat parah dan berjalan sempoyongan Angabaya III menjatuhkan diri dihadapan Sang Mertua Panembahan Senopati. Persoalan ia mati dibenturkan kepalanya di watu Gilang atau dengan cara lain itu walauhualam.
Tapi ada cerita lain dimana Panembahan Senopati memanggil Demang Tapanangkil untuk membawa jenasahnya keluar keraton. Jadi kalau kuburan Angabaya III yang ada di KOta Gede, separo didalam dan separo diluar itu sungguhan atau tidak kami ngga tahu.
Setelah Pembayun menjadi janda, ia hidup sebagai putri triman yang artinya hidup di luar keraton dan dalam keadaan hamil ia dikawinkan dengan Tumenggung Teposono putra Ki Ageng Karang Elo. Tumenggung Teposono setelah menjadi menantu Panembahan Senopati diberi wasiat agar kelak bayi lahir untuk dibunuh supaya tidak menjadi duri dalam daging untuk masa depan kerajaan Mataram. Setelah Pembayun melahirkan jabang bayi laki laki ibunya langsung meninggal dunia ( Sedo Konduran ), dan Ki Ageng Lo tidak tega untuk membunuh bayi yang tidak berdosa.
Maka bayi tersebut dibawa oleh Ki Ageng ke arah Barat sampai ke Tlatah Banyumas ( Kebumen ) dan diberi nama MADUSENO, sedang yang dikubur adalah ari arinya.

Ketika Burung Merpati Sore Melayang...

Langit akhlak telah roboh di atas negeri
Karena akhlak roboh, hukum tak tegak berdiri
Karena hukum tak tegak, semua jadi begini
Negeriku sesak adegan tipu-menipu
Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur aku
Bergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak aku
Bergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung aku
Bergerak ke depan, dengan penipu ketanggor aku
Bergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku
Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhan
Gempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparan
Kemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulan
Jutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulan
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan
Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkan
Penyakit kelamin meruyak tak tersembuhkan
Penyakit nyamuk membunuh bagai ejekan
Berjuta belalang menyerang lahan pertanian
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan
Lalu berceceran darah, berkepulan asap dan berkobaran api
Empat syuhada melesat ke langit dari bumi Trisakti
Gemuruh langkah, simaklah, di seluruh negeri
Beribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara ini
Dengar jeritan beratus orang berlarian dikunyah api
Mereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagi
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri
Kukenangkan tahun ’47 lama aku jalan di Ambarawa dan Salatiga
Balik kujalani Clash I di Jawa, Clash II di Bukittinggi
Kuingat-ingat pemboman Sekutu dan Belanda seantero negeri
Seluruh korban empat tahun revolusi
Dengan Mei ’98 jauh beda, jauh kalah ngeri
Aku termangu mengenang ini
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri
Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang
Ke daun telingaku, jari Tuhan memberi jentikan
Ke ulu hatiku, ngilu tertikam cobaan
Di aorta jantungku, musibah bersimbah darah
Di cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafasku
Tapi apakah sah sudah, ini murkaMu?
Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang

Taufik Ismail

Hening...

keheningan ini keadaan....
Disuatu kondisi dan keadaan apapun..keheningan selalu menyelip pada bagian waktu..
Pada keramaian, keheningan akan selalu datang tanpa dorongan untuk mengusirnya..
Keheningan adalah sepi...kososng..dan titik dasar terbawah..
Dalam kesedihan kita keheningan selalu hadir dan akan sering hadir..
Pernahkah engkau merasakan tersiksa akan keheningan?..setelah sekian lama hidup dalam hiruk pikuk keramaian dengan berjuta masalah yang memusingkan?..
Pernahkah engkau merasa amat sangat berat untuk menghadirkan keheningan didalam fikiranmu?..

Pada suatu malam yang sepi disaat kita sendiri...
Untuk mencari akan jati diri kehidupan..keheningan salah satu pintu awal untuk memasukinya..
Pada dinginnya angiin gunung atau sepinya hembusan deras ombak di pantai...
Pada keheningan yang akan membuatmu melayang..terbang..lepas dari ragamu..dan membumbung entah kemana engkau ingin terbang dan pergi sejenak..

Diujung gelisah selalu keheningan yang akan dicari...
Diujung kegembiraan akan berakhir pada kesunyian karena semua telah kembali....
Diujung cakrawala nan senja dikesendirian yang sunyi....
Diujung dedaunan pada cemara yang melambai di pegunungan yang dingin...

keheningan ini akan selalu menyertai...
hingga suatu ketika pada waktunya...
keheningan ini akan menyertai kita selamanya.....
menuju pada ruang dan waktu yang berbeda..